Menikmati samsat bersama para kolega. Oiya, dilaut Labuan Bajo sinyal lancar, jadi bisa sambil live di Instagram untuk pamer kepada khalayak. (Sumber: Istimewa/Ridwan)

Keluyuran di Labuan Bajo: Sebuah Jurnal Pendek [GUEST POST]

Jika teman-teman mendengar kata Labuan Bajo, pasti yang terbayang adalah pantai, laut, diving, dan Komodo. Well, tidak salah sih, tapi it’s more than that!

Bulan Oktober-November lalu, saya solo travel ke Labuan Bajo tanpa planning-planning. (Anaknya memang impulsive, bund). Faktor utama yang membuat saya langsung gas adalah karena kebetulan saya sedang di Bima yang cukup dekat ke Labuan Bajo, meskipun tidak ada pesawat langsung dari Bima ke Labuan Bajo. Lalu gimana dong? Ya naik kapal lah mylov!

Dari Pelabuhan Sape, Bima, ke Labuan Bajo bisa naik kapal feri yang memakan waktu antara 6-8 jam tergantung cuaca. Kapal hanya sekali dalam sehari menyeberang, dan berangkat sekitar jam 8 atau 9 pagi dari Sape. Harganya hanya 65.000 IDR. Murah.

“Meskipun saya impulsive dan unplanned, tapi saya always prepared.”

Paling tidak dengan informasi. Jadi jangan pernah bepergian tanpa bekal apapun. Saya bahkan searching sampai sejarah Labuan Bajo dan rencana pembangunan pemerintah terhadap pengembangan daerah wisata Labuan Bajo, which is unnecessary but you know, I am a detailed person.

Dari informasi yang saya gali, tujuan wisata Labuan Bajo kebanyakan bukan di Labuan Bajonya itu sendiri, melainkan pulau-pulau kecil yang ada di sekitar Labuan Bajo.

Snorkeling di Kanawa Labuan Bajo
Perjalanan ini dimulai dengan solo dan diakhiri dengan… (Sumber: Istimewa/Ridwan)

Dengan demikian, wisata utamanya adalah island-hopping yang membuat kita harus menggunakan perahu. Sebagai solo traveler, akan sangat mahal sekali jika kita nyewa perahu sendirian, jadi jalan keluarnya adalah cari paket open trip.

Tapi jangan khawatir, ada banyak sekali yang menyediakan paket open trip baik yang one day sail, 3D2N, 4D3N dan lain sebagainya.

Harga juga sangat bervariasi dari sejutaan untuk one day, sampai ratusan juta yang pake Kapal Luxury Phinisi. Saya cek di Instagram, ada beberapa operator yang saya lihat, dan akhirnya setelah tanya-tanya beberapa menit, saya book paket 3D2N seharga 2,3 juta.

Saran saya dalam mencari agen atau operator, cari yang itinerary-nya sesuai, jadwal sailingnya pas dengan jadwal anda, dan dokumentasi foto atau videonya bagus. Karena jika bepergian solo, kita tidak perlu khawatir foto kita jelek-jelek xixixixi.



Hari Pertama: Penyeberangan

Karena sedang pandemi, saya juga mempersiapkan semua sesuai protokol dan prosedur COVID-19. Saya pastikan badan sehat, ambil rapid test dan selalu menggunakan masker. Karena Bima dan Labuan Bajo masih zona dengan kasus rendah saat itu, saya memutuskan untuk berangkat.

Pagi saya gas dari Kota Bima ke Pelabuhan Sape, sekitar 1.5 jam. Tapi pagi itu juga ada rekan saya yang rumahnya dekat Pelabuhan membantu saya membookingkan antrian tiket. Sehingga dating tidak perlu antri karena sudah memiliki antrian.

Kapal berangkat sekitar pukul 8.30 WITA. Tidak banyak penumpang saat itu. Di kapal saya bertemu dengan beberapa penumpang lain dan berbagai kisah yang mereka ceritakan.

Lautnya tenang nyaris tanpa ombak, di perjalanan kita disuguhi pemandangan Gunung api Sangiang, pulau-pulau tak berpenghuni dengan sabana yang sedang menguning, dan lumba-lumba!. Menjelang sore, kapal berlabuh di Labuan Bajo.

Saya diantar sama teman yang kenalan di kapal sampai ke hotel. Tips: Jika anda memesan dari Traveloka, pesan untuk satu hari saja, lalu besoknya di extend manual di hotel. Lebih murah.

Kapal Penyeberangan Labuan Bajo
Pemandangan dari kapal penyeberangan Sape – Labuan Bajo. (Sumber: Istimewa/Ridwan)

Sesampai di hotel, check-in, istirahat sebentar, ganti baju, lalu keluyuran untuk mencari makan! Labuan Bajo tidak pelosok-pelosok amat kok. Starbuck dan KFC pun ada.

Tapi ngapain jauh-jauh ke Labuan Bajo kalau cuma makan KFC? Di dekat KFC ada beragam stall seafood yang segar-segar banget. Meskipun agak mahal, but it’s worth every damn rupiah!

Ikan Segar Labuan Bajo
Ikannya warna warni kayak mau Pilkada. (Sumber: Istimewa/Ridwan)



Hari Kedua: Overland Bajo

Hari kedua saya masih solo. Ada banyak yang menyewakan motor untuk keluyuran sekitar Labuan Bajo, sehari sekitar 75.000 IDR. Ada beberapa lokasi yang dapat menjadi destinasi overland sekitaran Bajo, yaitu Gua Batu Cermin, Gua Rangko, Bukit Sylvia dan berbagai kafe disekitaran Bajo. Pagi saya memutuskan untuk gas ke Goa Batu Cermin.

Baca Juga:  Lembah Indah Malang? Yuk Mampir Ke Destinasi Glamping Indah Nan Seru Di Malang Nih!

Tips: Jangan percaya Google Map ke sini, karena dikasih lewat jalan kecil yang ujungnya rumah orang hahaha!. Ketika saya sampai, pintu gerbang ke arah Gua sedang dibangun untuk semacam tourist center gitu.

Setelah berbincang-bincang dengan para pekerja bangunan, yang ternyata orang Semarang, saya gas jalan kaki trekking ke mulut Gua yang sekitar 500 meter dari tempat pembangunan tadi. Benar-benar sendirian tidak ada orang. Jalur trekkingnya juga sedang diperbaiki dipasangi batu-batu kasar.

Goa Batu Cermin
Pemandangan dalam Gua Batu Cermin, bisa untuk syuting Mak Lampir lah. (Sumber: Istimewa/Ridwan)

Masuk mulut Gua, terlihat cukup besar dan tentu saja sunyi. Saya panjat-panjat masuk, dan ada celah cukup besar di Gua tersebut sehingga kalau pas basah kena hujan pasti cantik sekai. Setelah explore cukup dalam, ternyata saya tadi masuk lewat pintu keluar. Di pintu masuk Gua, menurut foto sih ada tangga, tapi ternyata tangga nya sedang dirobohkan untuk dibangun baru. Tebingnya cukup tinggi sekitar 3 meter.



Tidak ada jalan lain, saya akhirnya melompat setelah sebelumnya tas saya turunkan pelan-pelan pakai tali agar kamera didalamnya tidak hancur berantakan kalau di lempar. Hasil dari lompatan tadi adalah celana saya sobek cukup besar.

Sehingga tidak bisa dipakai Kembali. Yasudah, akhirnya saya balik ke hotel motoran dengan celana sobek. Tidak apa-apa dilihatin orang juga, wong tidak ada yang kenal.

Rencana untuk lanjut ke Gua Rangko saya urungkan karena beberapa hal, yang pertama, Gua Rangko memerlukan perahu untuk menyeberang, sehingga akan menambah biaya kalau solo. Kedua, dengan cuaca yang sedang mendung dan mau hujan, tidak tepat untuk mengunjungi Rangko.

Akhirnya siang sampai sore (yang kemudian turun hujan deras) saya habiskan di hotel untuk packing ulang barang bawaan dan membereskan beberapa kerjaan. Yak saya bawa laptop. Sorenya, saya keliling ke kafe untuk melihat sunset. Saya memilih kafe Escape Bajo. View sunset-nya juara!

Hari Ketiga: Berlayar Labuan Bajo

Pagi hari ketiga saya check-out dan dijemput sama driver dari Waturanda Trip. Untuk ketemu teman-teman peserta open trip yang lain. Total ada 10 peserta, lakinya Cuma 4 mba-mbaknya 6. Ada yang dari Jakarta, Kalimantan, Temanggung dan Cirebon. Teman baru gaes.

Dermaga Labuan Bajo
Dermaga tempat kita start naik kapal. (Sumber: Istimewa/Ridwan)

Setelah perkenalan dan briefing dari guidenya, kapal yang kita naiki angkat jangkar menuju destinasi pertama: Pulau Kelor. Pulai kecil ini viewnya mantap lahir batin. Meski harus trekking bentar ke atas bukit, tapi semuanya terbayar lunas Ketika sudah sampai diatas.

Di bawah juga ada yang jual minuman meski, tentu saja, harganya juga mantap jiwa. Selepas foto-foto syahdu bahan konten, kita balik ke kapal untuk makan siang. By the way, meskipun di kapal, makanannya enak jaya.

Pulau Kelor Labuan Bajo
Pemandangan dari Pulau Kelor, Labuan Bajo. (Sumber: Istimewa/Ridwan)

Perjalanan lanjut ke spot snorkeling pertama: Manjarite. Menurut saya pribadi, underwaternya B-aja, tapi kalau sambil melihat sekeliling yang dikelilingi bukit hijau, maka spot ini cantik sekali. Sayangnya saya lupa gak pake dome untuk kamera sehingga tidak bisa capture underwater sama pemandangan sekitar secara bersamaan.



Selepas membasahi insang, kami bertolak ke Pulau Kalong. Sarangnya Bruce Wayne. Dilokasi ini, kita berdiam di kapal. Duduk di Haluan. Sambil ngemil dan minum jus mangga. Melihat matahari pelan pelan terbenam. Syahdu parah. Tapi ini belum selesai. The show’s just about to begin!

Senja di Pulau Kalong
Sunset di Pulau Kalong, sebelum kalongnya muncul. (Sumber: Istimewa/Ridwan)

Hari Keempat: Mencari Naga

Hari keempat selepas subuh kita langsung push ke Pulau Padar. Icon utama wisata Labuan Bajo ini memang luar biasa bagai dongeng. Meskipun harus nanjak melewati ratusan anak tangga (katanya sih sekitar 800-an, males juga ngitungnya), pemandangan di atas sangat fantastis.

Baca Juga:  Liburan keluarga di Bali yang seru? Cek dulu Sanggraloka Farm yak!

Karena masih penghujung musim kemarau, rumput di pulau ini warnanya masih abu-abu kecoklatan. Waktu kita menanjak, sebelum sunrise, terlihat ada beberapa rusa di perbukitan, seakan-akan mengawasi para tamu dari ketinggian. Sekitar 20 menit sampai diatas, foto sampai puas lalu kita kembali turun untuk selanjutnya menuju Pantai Pink.

Pulau Padar Labuan Bajo
Pulau Padar – no caption needed. (Sumber: Istimewa/Ridwan)

Pantai Pink ini, sesuai namanya, pasirnya beneran pink. Hal ini karena perairan disekitar situ banyak dihuni oleh organisme kecil bernama Foraminifera yang membuat pasir berwarna pink. Perpaduan antara pasir pink dan laut biru Cerulean merupakan combo yang sempurna apalagi diambil dari drone.

Pantai Pink
Pantai Pink, mantappu desu! (Sumber: Istimewa/Ridwan)

Selepas Pantai Pink, perjalanan lanjut ke Pulau Komodo untuk berburu naga terakhir di planet Bumi. Varanus Komodoensis. Kita menuju pulau utama Komodo karena Pulau Rinca sedang ada pembangunan dan ditutup untuk umum.

Tapi justru di Pulau Komodo, naganya lebih besar. Karena waktu yang sempit, kita hanya menemukan satu ekor yang sedang santuy markuntuy di dekat gerbang Taman Nasional Komodo. Ukurannya termasuk besar sekitar 2.5 meter namun belum mencapai ukuran maksimal.

Setelah berpose dan mendengarkan penjelasan dari Ranger Pulau Komodo, kita Kembali ke kapal melewati stall souvenir. Saya bukan tipe orang yang suka belanja souvenir, jadi hanya lewat saja. Perjalanan lanjut ke Taka Makassar.

Komodo Dragon
Naga yang hobi rebahan santuy markuntuy. (Sumber: Istimewa/Ridwan)

Taka Makassar sebenarnya hanya gundukan pasir ditengah laut, tidak ada pohon atau bangunan apapun. Tapi merupakan objek yang menarik untuk aerial photoshoot. Operator trip kami pun mengeluarkan drone andalannya untuk merekam peserta yang sedang joget Goyang Maumere.



Taka Makassar di Labuan Bajo
Taka Makassar yang sebenernya hanya gundukan pasir ditengah laut. (Sumber: Istimewa/Ridwan)

Perjalanan berlanjut ke Manta Point untuk mencari ikan Pari Manta. Pelayaran kesini memakan waktu lebih lama karena kita sedikit lebih pelan diterjang badai, sehingga Ketika sampai spot sudah cukup sore menjelang senja.

Tapi tetap nyebur. Sayangnya arus yang deras, koloni ubur-ubur, dan hari yang sudah mulai gelap, kita tidak menemukan seekorpun. Kita Kembali ke kapal, dan menghabiskan semalaman dengan musik, ghibah, dan makan. Karena besoknya adalah hari terakhir.

Hari Kelima: Kanawa

Hari kelima pagi, kita snorkeling syantik di Pulau Kanawa. Pulau ini relatif dekat ke Labuan Bajo, dan memiliki visibility bawah laut yang bagus. Snorkeling disini, meskipun saat itu ramai, tetap dapat banyak momen terutama fishfeeding. Kita juga berfoto di dermaga dengan drone.

Pulau Kanawa berbeda dengan Pulau Kenawa. Meskipun keduanya sama-sama cantik. Pulau Kenawa ada di Sumbawa-NTB, sedangkan Kanawa di Flores-NTT.

Setelah puas, kita kembali ke kapal untuk packing, makan siang, dan kembali ke Labuan Bajo. Sebelum berpisah dan Kembali ke hotel masing-masing, kita tukaran nomor handphone untuk janjian hengot nanti malamnya.

Akhirnnya sore pun kita hengot sama-sama di Escape Bajo sambil lihat sunset. Berlanjut ke hotel tempat saya menginap karena ternyata ada beberapa teman yang menginap di hotel yang sama. Terjadilah transaksi foto yang dikumpulkan dari berbagai kamera. Disatukan dan didistribusikan ke teman-teman semua.

Hari Keenam: Homecoming

Hari keenam, saya agak kurang enak bodi sehingga saya memutuskan untuk menyudahi trip kali ini. Check-out hotel, dan jalan kaki ke Pelabuhan untuk membeli kapal. Jadwal kapal dari Labuan Bajo ke Sape Bima sama dengan jadwal Bima-Labuan Bajo. Berangkat sekitar jam 8 pagi. Sayangnya, pas sudah sampai pelabuhan, ternyata tiket hanya dijual di Kantor Pos.



Untungnya ada banyak tukang ojek yang mangkal di pelabuhan. Sayapun naik ojek PP ke Kantor Pos yang ternyata cukup lumayan juga kalau jalan kaki. Tiket Labuhan Bajo – Bima lebih mahal sedikit, yaitu IDR 85.000. Finally, sesampainya di Bima, dijemput oleh driver kantor dan lanjut ke homestay di Kota Bima tempat saya menginap selama bertugas.

Jadi, ini jurnal ceritaku. Berikutnya kemana ya? (RMF)

Catatan perjalanan ini dimuat di Tanda Koma dan merupakan buah tulisan dari perjalanan:

@ridwanmifro

Kembang tebu sing kabur kanginan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *