Tak kusadari tentang kehadiran mereka.

Dikepung Makhluk Tak Kasat Mata – Pengalaman Horror Di Pantai Selatan (Bag.1)

Dikepung Makhluk Tak Kasat Mata – Pengalaman Horror Di Pantai Selatan (Bag.1) – Cerita ini gue share hanya untuk berbagi pengalaman horor saat liburan di Ciletuh, Palabuhan Ratu. Kalian tau kan gimana mistisnya Pelabuhan Ratu dengan segala cerita soal Pantai Selatan dan Ratu Pantai Selatan atau yang kerap dipanggil Nyi Roro Kidul? Yang suka cerita berbau mistis boleh menyimak, yang parno boleh skip, yang penasaran nyimak aja sampai kelar dan ambil hikmahnya..

Dikepung Makhluk Tak Kasat Mata
Tak kusadari tentang kehadiran mereka.

Sabtu, 04 Desember 2020.

Gue sama keluarga jalan ke Ciletuh, kita berangkat 1 mobil berisi 4 dewasa (gue, bini, abang ipar, kakak ipar) sama 2 keponakan berumur2 tahun & 10 tahun.

Kami berangkat jam 5 pagi dari Cibinong dan jam 4.30 pun kami sudah bangun untuk persiapan keberangkatan. Pagi itu cuaca terasa mendung gelap, tapi kami tetap putuskan untuk terus jalan. Rute yang kami ambil setelah ruas tol Bocimi adalah jalur Cikidang. Di sepanjang jalur Cikidang kita disuguhkan pemandangan kebun sawit yang sangat luas, melintasi monkey forest, dan alhamdulillah tidak ada halang rintang yang cukup berarti selama melewati jalur ini. Walaupun jalan yang dilalui berupa tanjakan terjal, turunan curam dan tikungan tajam. Tapi untuk kondisi jalan secara keseluruhan sebenarnya cukup oke, hanya track saja yg sangat melelahkan.

Perjalanan kami yang berliku di tengah suasana mendung.

Bagi teman-teman yang mau berangkat ke Pelabuhan Ratu dan ingin melalui jalur ini, gue sarankan untuk membawa mobil dengan kondisi prima. Bila mesinnya berkapasitas 1500cc ke bawah, lebih baik ambil mobil yang bertransmisi manual. Sedangkan , untuk matic gue saranin bawa yang 2000cc ke atas. Kalau mobilnya prima insha Allah nyaman saat melewati jalur ini. Setelah 1 jam lebih di jalur Cikidang kita pun masuk di kawasan Pelabuhan Ratu. Kami menyusuri jalanan untuk mencari tempat singgah, dan akhirnya sampailah di salah satu pantai – kami pun rehat disitu. Namun cuaca belum kunjung terang dan msh mendung gelap. Sesekali gue melihat ke pantai dan 2 keponakan gue hepi banget. Mereka langsung lari ke pinggir pantai untuk bermain air di temenin abang gue, selagi gw dan bini bareng kakak ipar nyiapin makanan bekal.

Terlintas pemandangan pantai Geopark Ciletuh dari kejauhan.

Setelah 30 menitan bermain air, ternyata hujan pun turun deras. Akhirnya 2 keponakan gue pun berhenti bermain dan kami semua sarapan bareng di cuaca berhujan saat itu. Waktu menunjukan pukul 9 pagi dan kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Ciletuh. Di perjalanan, kami mampir sebentar ke pasar ikan untuk membeli ikan yang rencananya nanti kita mau bakar-bakaran setelah sampai di tujuan.

Kamu pun sampai di jalur masuk Geopark Ciletuh. Gue yang awalnya berpikir kalau jalur Cikidang cukup parah tracknya ternyata belum separah jalur Ciletuh ini. Posisi jalannya sebagian tanjakan dan tikungannya sangat terjal dengan posisi yang miring. Paham kan kondisi mobil yang prima itu wajib hukumnya kalo mau jalan ke sini? Plus wajib bawa supir yang jam terbangnya tinggi supaya selamat.



Track yang menyulitkan ini dibayar sepadan dengan pemandangan yang disuguhkan. Selama tracking di jalur pegunungan kalian akan melihat pemandangan pantai, laut, batukarang, dan beberapa perahu nelayan yg sedang berlabuh. Tapi sayangnya, hujan yang tak kunjung berhenti tidak bisa membuat gue dan keluarga untuk berhenti sekedar bersua foto. Kami memutuskan untuk terus langsung menuju ke tempat kita menginap di salah satu Villa di Geopark Ciletuh.

Dalam kondisi hujan yang tak kunjung reda, eh malah sinyal hilang. Aplikasi Waze gue error dan malah menuntun kita ke jalanan yang sempit dan berbatu. Kita pun mencoba untuk menyusuri jalan berbatu itu. Tapi bukannya ketemu jalan gede, eh malah tambah nyungsep!

Akhirnya gue putuskan untuk turun dari mobil dan bertanya ke warga sekitar dimanakah lokasi yang gue itu. Herannya, gue suka berpikir ada gitu orang yang mau tinggal di daerah pedalaman dan jauh dr kehidupan ditambah berada di lereng gunung..

Berhubung setelah keluar mobil dan celingukan, tidak ada orang yang keliatan di jalan. Akhirnya mobil pun kita hentikan di salah satu pemukiman setempat dan gue memutuskan untuk turun dari mobil dan menghampiri salah satu rumah warga. Gue ketuk pintu salah satu rumah di situ:

Baca Juga:  Mau Camping Di Kintamani? Cobain Deh Kintamani Camp Ini Yang Seru Ini! 

“Punten.. (permisi), Assalamualikum?”
“Pak bade naros ai jalan ka Ciletuh ka palih mana nya? (Pak mau tanya jalan ke ciletuh lewat mana yah?)”

Bapak tadi melihat sekilas,

“Wa’alaikumsalam, iya jang. Teras we jang, ke mentok pendak jalan ageng teras lanjut we turun (lanjut aja terus nnti ktmu jalan gede, ikutin aja terus jalurnya sampe ke bawah)”

Jalan pun masih harus ditempuh semakin jauh ke perbukitan.

Akhirnya gue pun jalan terus. Jalannya serem anjir lewatin kuburan tua, hutan belantara, kayaknya sih banyak makhluk tak kasat mata. Tapi ya kita sih gak berpikiran yang aneh-aneh – lanjut dan santai aja.

Eh baru mikir begitu mobil gue gak mau naik di salah satu tanjakan di lokasi tersebut! Masih berusaha tidak panik karena di situ sama sekali tidak ada orang yang bisa dimintai bantuan, akhirnya gue mundurkan mobil dulu buat ambil ancang-ancang biar lebih bertenaga. Gas ditancap dan alhamdulillah mobil bisa melewati tanjakan itu. Setelah melanjutkan perjalanan, jalan yang dikasih tahu bapak tadi pun ketemu dan alhamdulillah sinyal nongol lagi berbarengan dengan hujan yang mulai mereda.

Setelah menembus hujan, akhirnya sampai di penginapan kami.

Singkat cerita dan dengan segala drama di perjalanan, sampailah kami di lokasi tempat menginap. Takjub, ketika sesampainya di lokasi vila yang bersih sudah menyambut kami. Villa yang bersih dan menghadap langsung ke gunung membuat semua lelah terbayarkan sudah. Sekitar hampir memakan waktu 5-6 jam lamanya untuk sampai di lokasi ini. Kami pun langsung mencoba mengexplore lokasi sekitar. Ada hamparan persawahan yang luas, air terjun, dan angin sepoi serta matahari yang kembali muncul setelah hujan, alhamdulillah.

Sesaat, sebelum senja.

Selagi bini gue dan kakak ipar nurunin barang dan siapin makan, gue coba lihat di daerah sekitar villa tempat kami sekeluarga menginap. Di belakang villa gue sekilas melihat ada 2 kuburan dong di bawah pohon!

Gue pikir ya sudahlah ya, ini lokasi jauh dari mana-mana. Mungkin kalau ada org meninggal akan dikuburkan di daerah sekitar saja atau itu mungkin juga kuburan keluarga pemilik Villa. Gue anggap santuy aja dan gak terlalu mikirin. Akhirnya gue balik lagi ke kamar, dan kebetulan pada saat ini baru rombongan kami yang sampai di villa tersebut.

Cukup sepi juga sih..

Sore hari pun tiba. Sekitar pukul 4 sore, ikan yang tadi kami beli sudah diolah menjadi ikan bebakaran yang siap disantap. Tak perlu lama kami pun langsung menikmatinya sambil bercerita dan bersenda gurau. Ponakan gue yang berumur 2 tahun asik sendiri ngliatin Tiktok karena doi seneng banget nonton Tiktok daripada Youtube. Selesai makan, berhubung hujan sudah mereda kami mencoba berjalan-jalan keluar dan menuju pantai yang dekat dengan villa. Kurang lebih sekitar 10 menitan kami sudah sampai di pantai itu – 2 ponakan gue langsung kembali bermain air ditemenin kakak ipar gue. Indah memang, suasana sehabis hujan dan kami berada di pantai yang berbatasan horizon di kejauhan.

Tanpa menyadari apa yang akan terjadi nanti malam..



Ketika senja sudah meredup, kami pulang ke villa. Selepas gue sholat Maghrib, di lokasi gak terdengar suara azan sama sekali. Selasai sholat gue liat keluar dan ternyata ada 2 mobil lagi terparkir. Sepertinya itu adalah tamu terakhir di villa tempat kami menginap. Berarti hanya 3 kamar terpakai dari sekitar 15-an kamar yang tersedia.

Hujan pun turun kembali. Kali ini sangat deras dan hanya terdengar suara air yang mengguyur atap. Kami putuskan setelah sholat Isya untuk segera beristirahat karena besoknya kami berencana untuk main ke Curug. Ditemani dengan angin dingin dan nuansa hujan, akhirnya jam 8 kami semua sudah bersiap mau tidur. Tidak ada gejala aneh dan semua masih terasa normal. Lampu kami matikan dan semua pun mulai tertidur.

Tangis Menjelang Malam.

Pukul 10.30 malam – tiba-tiba keponakan gue yang umur 2 tahun menangis – sebut aja namanya Dede. Kebetulan si Dede ini tidur di samping gue kerena bapaknya tidur di sofa. 2 kasur yang tersedia di kamar hanya muat untuk 5 org aja. Sekelebat gue pikir ya udah, pukpuk bentar. Dia pun tertidur lagi.

Selang 20 menitan, si Dede nangis lagi dan kali ini gue coba pukpuk lagi tapi gak mempan. Eh malah tambah kenceng nangisnya. Gue gak panik karena balita kadang emang begitu. Akhirnya bini gue coba ambil alih dan dikasih lihat Tiktok karena biasanya kalau nangis dikasih liat Tiktok aja diem. Tapi sekarang beda, bukannya diem dia malah nangis kejer lagi. Bapaknya pun bangun dan ambil alih gendong.

Baca Juga:  Masih Ingat Pesawat MH370 Yang Menghilang? Youtuber Ini Mengungkap Rahasianya (Bag. 1)

Ketika bapaknya ambil alih gendong si Dede, dia malah nunjuk-nunjuk keluar. Dede pun bilang,

“Aaiiin pah aaaiinn (main pah main)” sambil nangis dan tangannya nunjuk keluar.

“Udah malem Dede, besok lagi yah” Kata bapak.

Aaain paah aiinn” sambil keukeuh.

Si Dede tetep ngotot pengen, padahal itu sudah jam 11-an lewat dan kondisi pun masih hujan. Karena Dede nangis terus dan gak kunjung berhenti, bapak akhirnya bukain pintu dan bawa Dede keluar tapi hanya sebatas di teras.

Meskipun sekarang sudah di teras, si Dede tetep aja nangis. Akhirnya Dede kali ini coba digendong bini gue lagi dan dibacain sholawatan. Akhirnya Dede berhenti menangis dan mencoba direbahin lagi di kasur. Kita anggap semuanya beres dan aman. Gue dan kakak ipar gue ganti posisi, dia tidur di kasur nemenin si Dede dan gue pindah ke sofa.

Tetiba, jam 12.00 tengah malam Dede bangun lagi. Gue yang saat itu emang belum tidur mendengar suara angin yang kenceng banget dari luar dan banyak bunyi-bunyi barang yang terhempas angin. Gue liat dari sofa tempat gue berbaring, si Dede bangun dan dia duduk. Dia liat ke arah gue, dalam kondisi gelap dia tau kalau gue belum tidur.

Dede turun dari kasur dan jalan ke sofa kemudian naik. Ya udah, gue coba ajakin dia tidur di sofa bareng gue karena dia lagi gak nangis. Tapi bukannya tidur, dia malah bilang bilang,

“Omm andiii omm andii (om mandi om mandi) andiii ommm..”

Gue kaget!



Tengah malem begini si bocah minta mandi. Padahal siangnya pas sampai penginapan aja dia gak mau mandi karena dingin banget. Tapi tengah malem kenapa tiba-tiba dia minta mandi.

“Ini malem Dede, dingin. Besok aja ya, sekarang bobo ya”, gue ajak dia.

Begitu dilarang mandi, si Dede langsung nangis histeris!

Bapaknya kebangun dan langsung gendong. 10 menit, 20 menit,  sampe 1 jam DD nangis histeris dan bangungin seluruh kamar. Kita semua mulai panik.

Kita bacain sholawat, nyalain murotal, dan gak ngaruh sama sekali. Akhirnya Dede gue coba gendong. Gue pukpuk dan dia pun mulai mereda lagi

Bapaknya akhirnya duduk, tertegun dan mencoba tenang. Sedetik kemudian bapaknya mencoba menjalankan ritual sholawat, dzikir, dan lain-lain karena alhamdulillah kakak ipar gue dan gue cukup mempunyai ‘perbekalan’ untuk menghadapi situasi seperti ini.

Selagi Dede gue gendong, dia sempat mereda. Tapi sesaat kemudian dia malah balik nangis lagi ketika bapaknya menjalankan ritual dzikir dan sholawat. Disitu gue udah beranggapan bahwa ini udah gak wajar.

Ini udah gak normal, batin gue.

Kayanya di luar villa banyak makhluk tak kasat mata yang ngajakin bocah keluar. Makhluk-makhluk ini mulai terganggu ketika kami mencoba melakukan ritual pengusiran.

Seketika Dede gue gendong, dia malah nendang gue sekuat tenaga. Dia nangis histeris banget, waktupun menunjukan pukul 1.30 dini hari, tapi tangisan makin menjadi-jadi. Kami pun panik, ritual gak bisa dilanjutkan maksimal kerena si Dede yang terus menangis.

Hingga akhirnya kakak ipar gue putuskan untuk nelpon bokap mertua di jam itu (notabenenya, beliau ulama yg cukup familiar dgn kasus seperti ini). Seketika alhamdulillahnya di angkat, kakak ipar gue pun menjelaskan kronologinya sambil dede nangis di pangkuannya.

“Yaah, ini Yaah. Si Dede ada yg ajakin main Yah” kata kakak ipar gue di telpon.

“Udah pada pergi sana, jangan ganggu biar pada istirahat” jelas sang ayah tenang.

Sesaat setelah itu juga, si Dede mereda. Terheran-heran, gue liat telpon pun ditutup. Namun selang beberapa menit, si Dede nangis lagi. Kali ini dia bilang,

“Paaah dadan pah dadan (pah jajan pah)”, kata si Dede sambil nangis.

Gak mikir lama, kakak ipar gue langsung gendong Dede keluar rumah. Tapi gak lama, hujan turun lagi deras.

Gue awalnya gak meninggalkan kamar karena suasana sudah gak bener. Bini gue sama kakak ipar gue sudah ketakutan, dan gue pun udah merinding bukan maen. Karena biasanya kalau masuk dalam situasi ini gue gak pernah semerinding ini. Ponakan gue yang 10 thn juga kebangun ketakutan, tapi gue putuskan buat menghampiri kakak ipar gue sama si Dede dengan membawa payung ikut menyusul keluar. Gue ninggalin bini, kakak ipar dan ponakan gue di kamar karena kasian juga kalau si Dede kehujanan larut malam.

Dari jauh gue liat si Dede digendong di Pendopo villa sama bapaknya. Tapi, mereka gak sendiri..

Bersambung ke bagian 2..

=====

CATATAN TANDA KOMA:

  • Cerita di atas berdasarkan kisah nyata yang dialami oleh Ade Saifullah dan ditulis di Instagramnya.
  • Atas persetujuan pemilik cerita, beberapa alur, tempat, dan lokasi akan disamarkan untuk melindungi beberapa pihak.

Anggarda Putra

A long-lost traveler who enjoys a sip of cappuccino every morning.

Anggarda Putra has 118 posts and counting. See all posts by Anggarda Putra

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *